Selasa, 29 April 2008

PENJELASAN : Hakikat Sabar dan maknanya.


PENJELASAN : Hakikat Sabar dan maknanya.

Ketahuilah kiranya bahwa sabar itu merupakan suatu maqam (Tingkat) dari beberapa tingkatan agama. Dan suatu kedudukan dari beberapa kedudukan orang yang berjalan menuju kepada Allah Ta’ala (saalikiin).
Semua maqam-maqam agama itu hanya dapat tersusun dari tiga hal : ma’irfah, haal, dan amal perbuatan. Ma’rifah adalah pokok. Dialah yang mewariskan haal ihwal. Dan haal itu yang membuahkan amal perbuatan.
Ma’rifah itu seperti pohon kayu. Hal ihwal itu seperti ranting dan amal perbuatan itu seperti buah. Dan ini terdapat pada semua maqam orang-orang yang berjalan menuju Allah Ta’ala.
Dan nama iman, sesekali dikhususkan dengan ma’rifah sesekali disebutkan secara mutlak kepada semuanya sebagaimana telah kami sebutkan pada perbedaan nama iman dan islam pada kitab “Kaidah-kaidah ‘aqaid”. Seperti ini pula sabar, tiada akan sempurna sabar itu selain dengan ma’rifah yang mendahuluinya dan dengan hal-ihwal yang tegak berdiri.
Maka sabar pada hakikatnya adalah ibarat dari ma’rifah itu sendiri. Dan amal perbuatan adalah seperti buah yang keluar dari ma’rifah. Dan ini tidak dapat diketahui selain dengan mengetahui cara tertibnya antara malaikat, insan dan hewan. Maka sabar itu adalah ciri khas pada insan. Dan tidak tergambar adanya sabar itu pada hewan dan malaikat karena totalitasmya.
Penjelasannya adalah bahwa hewan-hewan itu dikuasai nafsu syahwat. Dan ia diciptakan untuk nafsu syahwat tersebut. Maka tidak ada pembangkit bagi hewan tersebut kepada gerak dan diam selain nafsu dan syahwat. Dan tiada pula pada hewan itu suatu kekuatan yang berbenturan dengan nafsu syahwat dan yang menolaknya dari yang dikehendaki nafsu syahwat. Sehingga dinamakan ketetapan kekuatan pada menghadapi nafsu syahwat dengan istilah sabar.
Adapun para malaikat AS, maka mereka itu di juruskan pada merindui hadlirat ketuhanan. Dan merasa cemerlang dengan tingkat kedekatan kepada hadlirat ketuhanan itu. Dan mereka tiada dikuasai nafsu syahwat yang membelokkan dan yang mencegah dari hadlirat ketuhanan sehingga memerlukan pada pembenturan yang memalingkannya dari hadlirat Yang Maha Agung dengan tentara lain yang akan mengalahkan dan membelokkan.
Adapun insan maka sesungguhnya ia diciptakan pada permulaan masa kecilnya dalam keadaan kekurangan seperti halnya hewan. Tidak dijadikan padanya selain keinginan makan yang diperlukannya. Kemudian lahirlah keinginan bermain dan berhias padanya. Kemudian nafsu keinginan kawin, diatas tartib yang demikian. Dan tidak ada sama sekali pada insan itu kekuatan sabar karena sabar itu adalah ibarat dari ketetapan tentara untuk menghadapi tentara lain sehingga terjadilah peperangan diantara keduanya, untuk melawani kehendak dan tuntutan keduanya. Dan pada anak kecil itu tidak ada sesuatupun kecuali tentara hawa nafsu seperti yang ada pada hewan. Akan tetapi Allah Ta’ala dengan karunia-Nya dan keluasan kemurahan-Nya memuliakan anak Adam dan meninggikan derajat mereka dari derajat hewan-hewan. Maka Allah Ta’ala mewakilkan kepada manusia itu ketika sempurna dirinya mendekati kedewasaan dengan dua malaikat. Yaitu satu memberinya petunjuk dan yang satu lagi menguatkanya. Maka berbedalah manusia itu dengan pertolongan dua malaikat tadi daripada hewan-hewan.
Dan insan itu khusus ditentukan dengan dua sifat “
Pertama – mengenal Allah Ta’ala dan mengenal Rasul-Nya. Kedua, mengenal kepentingan-kepentingan yang menyangkut dengan akibat (bagi masa yang akan datang). Semua dari yang demikian itu berhasil dari malaikat yang diserahkan kepadanya petunjuk dan pengenalan.
Maka hewan tidaklah memiliki ma’rifah, dan tiada petunjuk kepada kepentingan akibat-akibat, akan tetapi hanya kepada yang dikehendaki nafsu keinginannya yang sesaat saja. Oleh karena itu hewan tidak mencari selain yang dirasa enak. Adapun terhadap obat yang bermanfaat, serta adanya obat itu mendatangkan melarat seketika, maka hal itu tidak dicarinya dan tidak dikenalnya.
Maka jadilah insan itu dengan sinar hidayah dapat mengetahui bahwa mengikuti nafsu syahwat itu memiliki hal-hal yang ghaib (yang belum kelihatan sekarang), yang tidak disukai akan akibatnya. Akan tetapi petunjuk ini belumlah memadai, selama tidak ada baginya kemampuan untuk meninggalkan sesuatu yang mendatangkan melarat. Berapa banyak yang mendatangkan melarat bagi manusia – seperti penyakit yang bersarang pada dirinya umpamanya, akan tetapi tiada kemampuan baginya untuk menolak. Lalu ia memerlukan pada kemampuan dan kekuatan yang dapat menolaknya yaitu kepada menyembelih nafsu syahwat itu. Lalu ia melawan nafsu syahwat itu dengan kekuatan tersebut sehingga diputuskannya permusuhan nafsu syahwat tadi darinya. Maka Allah Ta’ala mewakilkan seorang malaikat lain padanya yang membetulkannya, meneguhkan dan menguatkannya dengan tentara yang tiada engkau dapat melihatnya. Ia memerintahkan tentara ini untuk memerangi tentara nafsu syahwat. Maka sesekali tentara ini yang lemah dan sesekali ia yang kuat. Yang demikian itu menurut pertolongan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dengan penguatan. Sebagaimana nur/petunjuk juga berbeda pada makhluk dengan perbedaan yang tiada terhingga.
Maka kami menamakan sifat tersebut – yang membedakan manusia dan hewan, pada pencegahan nafsu syahwat dan pemaksaannya dengan nama penggerak keagamaan. Dan hendaklah kami namakan penuntutan nafsu syahwat dan semua yang dikehendaki nafsu syahwat itu dengan nama penggerak hawa nafsu.
Hendaklah dipahami bahwa peperangan itu terjadi antara penggerak agama dan penggerak hawa nafsu. Dan peperangan diantara keduanya itu berlangsung terus menerus. Adapun medan peperangan ini adalah hati hamba. Sumber bantuan kepada penggerak agama datangnya dari para malaikat yang menolong barisan tentara Allah Ta’ala. Dan sumber bantuan kepada penggerak hawa nafsu itu datangnya dari setan-setan yang membantu musuh-musuh Allah Ta’ala.
Maka sabar itu adalah ibarat dari tetapnya penggerak agama untuk menghadapi penggerak nafsu syahwat . kalau penggerak agama itu dapat tetap sehingga dapat memaksa penggerak nafsu syahwat dan terus menerus menantangnya, maka penggerak agama itu telah menolong tentara Allah Ta’ala dan berhubungan dengan orang-orang yang sabar. Dan kalau ia tinggalkan dan lemah sehingga ia dapat dikalahkan oleh nafsu syahwat dan ia tidak sabar pada menolaknya, niscaya ia berhubungan dengan mengikuti setan-setan.
Jadi meninggalkan perbuatan-perbuatan yang penuh nafsu syahwat itu adalah amal perbuatan yang dihasilkan oleh suatu hal yang dinamakan s a b a r, yaitu tetapnya penggerak agama yang berhadapan dengan penggerak nafsu syahwat. Tetapnya penggerak agama itu adalah suatu hal yang dihasilkan oleh ma’rifah dengan memusuhi nafsu syahwat dan melawankannya, karena itulah sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Apabila telah kuat keyakinannya yakni ma’rifah, yang dinamakan iman yaitu keyakinan bahwa adanya nafsu syahwat itu musuh yang memutus jalan kepada Allah Ta’ala maka akan kuatlah tetapnya penggerak agama. Dan apabila telah kuat tetapnya penggerak agama itu, maka sempurnalah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan yang dikehendaki oleh nafsu syahwat. Kuatnya ma’rifah dan iman akan mengkejikan apa yang ghaib dari nafsu syahwat dan buruk akibatnya.
Dua malaikat tersebut adalah yang menanggung dua tentara tadi dengan izin Allah Ta’ala. Dan dijadikannya kedua malaikat tersebut untuk yang demikian. Malaikat tersebut adalah dari malaikat-malaikat yang menulis amal perbuatan manusia. Keduanya adalah malaikat yang ditugaskan kepada tiap-tiap orang dari anak Adam.
Apabila anda telah mengetahui bahwa pangkat malaikat penunjuk itu lebih tinggi dari malaikat yang menguatkan niscaya tidak tersembunyi lagi bagi anda bahwa yang disamping kanan adalah yang termulia bagi dua sisi dari dua pihak, yang seyogyanya diserahkan kepadanya. Jadi dialah yang empunya kanan (shahibul yamin) sedangkan yang lain adalah yang empunya kiri (shahibus syimal).
Hamba itu memiliki dua hal : kelalaian dan berpikir, melepaskan dan bermujahadah. Dengan kelalaian maka hamba itu akan berpaling dari shahibul yamin dan berbuat jahat kepadanya. Lalu berpalingnya itu dituliskan sebagai kejahatan. Dengan berpikir, hamba itu akan menghadap kepada shahibul yamiin untuk mengambil faedah dan petunjuk padanya. Maka dengan demikian hamba itu berbuat baik terhadap shahibul yamiin. Oleh karena itu penghadapannya kepada shahibul yamiin tersebut akan dituliskan baginya sebagai kebaikan.
Demikian pula dengan melepaskan maka dia itu berpaling dari shahibul yasar, meninggalkan meminta bantuan kepadanya, maka dengan demikian ia berbuat jahat kepadanya, lalu ditetapkan hal tersebut sebagai kejahatan atasnya. Dan dengan mujahadah ia meminta bantuan dari tentaranya. Lalu ditetapkan hal tersebut sebagai kebaikan baginya.
Sesungguhnya ditetapkannya kebajikan dan kejahatan dengan penetapan dua malaikat tersebut, Oleh karena itulah keduanya dinamakan para malaikat mulia yang yang menuliskan amal manusia (Kiraamal Katibiin).
Adapun al-Kiraam (yang mulia atau yang pemurah), maka dikarenakan dimanfaatkan oleh hamba dengan kemurahan keduanya, dan karena para malaikat itu semua adalah yang mulia yang berbuat kebajikan. Adapun al-Katibiin (penulis) maka karena keduanya itu yang menetapkan (menulis) kebajikan-kebajikan dan kejahatan-kejahatan. Dan keduanya sesungguhnya menuliskan pada lembaran-lembaran yang terlipat dalam rahasia hati dan terlipat dari rahasia hati, sehingga tiada terlihat kepadanya di dunia ini. Maka kedua malaikat tersebut – suratannya, tulisannya, lembarannya, dan apa saja yang menyangkut kedua malaikat itu adalah dari jumlah alam ghaib dan alam malakut tidak dari alam syahadah (alam yang dapat disaksikan dengan panca indera).
Setiap sesuatu dari alam malakut itu tidak dapat dilihat oleh mata di alam ini. Kemudian lembaran-lembaran amal yang terlipat itu akan disiarkan sebanyak dua kali. Sekali pada kiyamat kecil (kematian), sekali pada kiyamat besar.
Yang dimaksud kiyamat kecil adalah waktu mati karena Nabi SAW bersabda, “Man maata faqad qaamat qiyaamatuhu”. Yang artinya, “Barang siapa yang mati maka sesungguhnya telah berdiri kiyamatnya”.
Pada kiyamat kecil ini, adalah hamba itu sendirian dan pada kiyamat ini dikatakan, “Walaqad ji’tumuuna furaada kamaa khalaqnaakum awwala marrat”. Yang artinya dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendirian sebagaimana Kami menjadikanmu pada kali pertama”. (Al-An’am 94).
Pada kiyamat kecil dikatakan pula, “Kafaa binafsikal yauma ‘alaika hasiibaa”. Yang artinya “Cukuplah pada hari ini engkau membuat perhitungan atas dirimu sendiri (Al-Isra’ 14).
Adapun pada kiyamat besar yang mengumpulkan semua makhluk, maka hamba itu tidaklah sendirian, akan tetapi kadang-kadang akan dilakukan perhitungan amal (hisab) dihadapan banyak makhluk. Pada kiyamat besar, orang-orang yang bertaqwa akan dibawa ke sorga. Dan orang-orang berdosa dibawa ke neraka secara beramai-ramai, tidak sendirian.
Huru hara pertama adalah huru hara kiyamat kecil. Dan bagi semua huru hara kiyamat besar ada perbandingannya dengan kiyamat kecil, seperti goncangnya bumi-misalnya. Sesungguhnya bumi engkau yang khusus bagi engkau itu bergoncang pada kematian. Maka sesungguhnya engkau mengetahui bahwa kegoncangan itu apabila bergoncang pada suatu negeri niscaya benarlah untuk dikatakan “sesungguhnya bumi mereka telah bergoncang walaupun negeri-negeri yang mengelilingi negeri tersebut tidak bergoncang. Bahkan jika tempat tinggal seorang manusia sendirian bergoncang, maka telah berhasilah kegoncangan itu terjadi padanya karena dia sesungguhnya memperoleh melarat ketika bergoncangnya semua bumi dengan kegoncangan tempatnya tidak dengan kegoncangan tempat tinggal orang lain. Maka bagian dari kegoncangan itu telah sempurna tanpa ada kekurangan.
Ketahuilah kiranya bahwa anda adalah makhluk dari tanah yang paling diridha-i, dan keberuntungan engkau yang khusus dari tanah adalah badan engkau saja. Adapun badan orang lain maka bukanlah keberuntungan (urusan) engkau. Dan bumi tempat engkau duduk itu jika dikaitkan kepada badan engkau adalah laksana karung dan tempat. Dan sesungguhnya engkau takut akan kegoncangan tempat itu bahwa badan engkau akan bergoncang disebabkan kegoncangan tempat tersebut. Kalau tidak demikian, maka udara itu selalu juga bergoncang akan tetapi engkau tidak takut kepadanya karena badan engkau tidak ikut bergoncang dari sebab yang demikian. Maka keberuntungan (efek) engkau dari kegoncangan bumi secara keseluruhan adalah kegoncangan badan engkau saja. Maka itulah bumi engkau dan tanah engkau yang khusus dengan engkau. Tulang-belulang engkau adalah bukit-bukit daripada bumi engkau. Hati engkau adalah matahari dari bumi engkau. Pendengaran engkau, penglihatan engkau dan lain-lain yang khusus bagi engkau, adalah laksana bintang-bintang langit engkau. Bercucurnya keringat dari badan engkau adalah laut dari bumi engkau. Rambut engkau adalah tumbuh-tumbuhan bumi engkau. Angota badan engkau adalah pohon-pohonan bumi engkau. Dan begitulah pada semua bagian tubuh.
Apabila sendi-sendi badan engkau telah roboh karena kematian, maka sesungguhnya telah bergoncanglah bumi sebagai kegoncangannya. Maka apabila tulang-belulang telah bercerai dari daging, maka sesungguhnya bukit-bukit itu telah diangkat lalu dihancurkan sekali hancur. Apa bila tulang belulang telah hancur, maka gunung-gunung itu telah dihancurkan. Apabila hati engkau gelap gulita sesudah mati, maka sesungguhnya matahari itu telah digulung. Apabila pendengaran engkau, penglihatan engkau dan panca indera engkau yang lain tiada berguna lagi, maka sesungguhnya bintang-bintang itu telah berhamburan. Apabila otak engkau pecah maka sesungguhnya langit itu telah pecah. Apabila dari huru haranya mati lalu terpancarlah keringat kening engkau, maka sesungguhnya lautan itu telah terpancar airnya. Apabila salah satu betis engkau telah berpaling dari yang lain dan keduanya itu adalah lipatan badan engkau, maka sesungguhnya unta-unta betina itu telah telah ditinggalkan. Apabila nyawa itu telah berpisah dari tubuh, maka bumi itu dibawa lalu dipanjangkan sehingga ia mencampakkan isinya dan melepaskannya.
Aku tiada akan memperpanjangkan semua perbandingan hal-ihwal dan huru hara itu, akan tetapi aku mengatakan bahwa hanya dengan semata-mata kematian, maka telah tegak berdirilah kiyamat kecil ini. Dan tiada luput bagi engkau dari kiyamat besar itu sesuatu dari apa yang khusus bagi engkau bahkan apa yang khusus bagi orang lain dari engkau. Sesungguhnya masih adanya bintang-bintang itu bagi orang lain, maka apa manfaatnya bagi engkau daripadanya ?. dan telah berguguranlah panca indera engkau yang dengannya engkau dapat mengambil manfaat dengan memandang bintang-bintang itu. Dan orang buta sama baginya antara malam dan siang, gerhana matahari dan terangnya, karena matahari sesungguhnya baginya telah gerhana terhadap dirinya dan itu adalah bahagian nya dari matahari.
Maka terangnya matahari sesudah itu adalah menjadi bahagian orang lain. Dan siapa yang pecah kepalanya, maka sesungguhnya telah pecah langitnya. Karena langit itu adalah ibarat dari apa yang mengiringi pihak kepala. Maka siapa yang tiada memiliki kepala niscaya tiada langit baginya. Maka darimanakah bermanfaat baginya tetapnya langit bagi orang lain ? (tentu tidak ada manfaatnya).
Maka inilah kiyamat kecil itu. Takut itu sesudah yang di bawah, dan huru hara itu sesudah yang penghabisan. Yang demikian itu adalah apabila telah datang bencana yang besar, maka terangkatlah yang khusus, binasalah langit dan bumi, hancurlah gunung-gunung dan bertambahlah huru hara itu. Ketahuilah kiranya bahwa kiyamat kecil ini walaupun kami panjangkan mensifatkannya, maka sesungguhnya kami tidak menyebutkannya seper seratus dari sifat-sifatnya. Dan kiyamat kecil itu jika dibandingkan kiyamat besar adalah seperti kelahiran kecil dibandingkan kelahiran besar.
Sesungguhnya manusia itu memiliki dua kelahiran.
Pertama keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan kepada tempat simpanan rahim wanita. Manusia itu berada di dalam rahim adalah pada keadaan yang tetap, tenang, sampai kepada kadar/masa yang ditentukan. Dan manusia dalam perjalanannya kepada kesempurnaan, memiliki tempat-tempat dan tahap-tahap, dari setitik air mani (nuthfah), segumpal darah, segumpal daging, dan lainnya sehingga manusia itu keluar dari kesempitan rahim ibu kepada alam dunia yang lapang. Maka perbandingan secara umum kiamat besar dengan khususnya kiyamat kecil adalah seperti perbandingan luasnya alam yang lapang dengan luasnya lapang rahim ibu. Dan bandingan luasnya alam yang didatangi hamba itu dengan mati jika dibandingkan dengan luasnya dunia adalah seperti bandingan lapangnya dunia juga kepada rahim ibu, bahkan lebih luas dan lebih besar.
Maka kiaskanlah akhirat itu dengan dunia, maka tidaklah kejadian kamu dan kebangkitan kamu, selain seperti satu diri saja. Dan tidaklah kejadian yang kedua melainkan sebagai kiasan yang pertama, bahkan bilangan kejadian itu tidak terhingga pada dua saja. Dan kepada yang demikian itu diisyaratken oleh firman Allah Ta’ala, “Wanunsyi-a kum fii maa laa ta’lamuun”. Yang artinya, “Dan Kami menjadikan kamu dalam rupa yang tiada kamu ketahui”. (Al-Waqi’ah 61).
Orang yang mengakui adanya dua kiyamat itu adalah orang- yang beriman terhadap alam ghaib dan alam syahadah dan yakin dengan alamul mulki wal malakuut. Orang yang mengaku adanya kiyamat kecil dan tidak mengakui adanya kiyamat besar, adalah orang yang memandang dengan mata yang juling kepada salah satu dari dua alam. Yang demikian itu adalah bodoh, sesat dan mengikuti dajjal yang bermata satu / juling.
Alangkah bersangatannya kelalaianmu hai orang-orang yang patut dikasihani. Dan kita semua adalah orang yang patut dikasihani, sedang dihadapan engkau itu ada huru hara tersebut.
Jikalau engkau tidak beriman dengan kiyamat besar disebebkan bodoh dan sesat, maka apakah tidak mencukupi bagimu dalil kiyamat kecil ? Atau tidakkah engkau mendengar sabda Penghulu nabi-nabi SAW,”Kafaa bil mauti mau’idhan” mencukupilah kematian sebagai pemberi pelajaran. Atau tidakkah engkau mendengar susahnya Nabi SAW ketika akan wafat sehingga beliau berdo’a “Allahumma hawwin ‘ala Muhammad sakaraatil maut” yang artinya, “Yaa Allah mudahkanlah kepada Muhammad sakarat maut”.
Atau tidakkah engkau malu dengan keterlambatanmu akan serangan maut karena mengikuti orang-orang lalai dan hina yang tiada yang mereka tunggu selain pekikan yang akan menyiksa mereka dan mereka berbantahan dengan sesamanya ? Mereka tiada berkesempatan menyampaikan pesan dan tiada pula dapat kembali kepada keluarganya. Maka datanglah sakit kepada mereka yang memperingatkan kepada mati, tetapi mereka tidak memperoleh peringatan daripadanya. Dan datanglah kepada mereka itu ketuaan sebagai utusan dari kematian. Maka tidakkah mereka mengambil ibarat daripadanya ?
Alangkah ruginya hamba yang datang rasul kepadanya lalu mereka memperolok-olok rasul itu. Apakah mereka menyangka bahwa mereka akan kekal di aunia ?, atau tidakkah mereka melihat berapa banyak yang telah Kami binasakan sebelum mereka, dari berabad-abad lamanya bahwa mereka itu tidak kembali kepadanya. Ataukah mereka menyangka bahwa orang-orang mati itu telah berjalan jauh dari mereka, lalu mereka itu dianggap tidak ada lagi ?
Tidaklah sekali-lagi demikian ! masing-masing dengan tanpa kecuali akan dihadapkan kepada Kami. Akan tetapi apa yang datang kepada mereka salah satu dari ayat-ayat Tuhannya lalu mereka itu berpaling daripadanya. Dan yang demikian itu karena Kami adakan tutup di hadapan dan dibelakang mereka, lalu mereka Kami tutup. Oleh karena itu mereka tiada juga mau percaya.
Sekarang marilah kita kembali kepada yang dimaksud. Sesungguhnya semua yang tersebut itu adalah isyarat yang mengisyaratkan kepada hal-hal yang lebih tinggi dari ilmu muammalah. Maka kami terangkan bahwa telah jelas bahwa sabar itu adalah tetapnya penggerak agama untuk melawan penggerak hawa nafsu. Dan perlawanan ini termasuk ciri khas anak Adam, karena diwakilkan kepada mereka malaikat-malaikat yang mulia yang menuliskan amal perbuatan mereka.
Dua malaikat yang menuliskan amal anak Adam itu tidak menuliskan sesuatu dari anak-anak kecil dan orang gila karena telah kami sebutkan dahulu bahwa kebaikan itu adalah pada menghadapkan diri untuk mengambil faedah daripada keduanya (malaikat). Dan kejahatan itu ada pada berpaling dari keduanya (malaikat). Bagi anak-anak kecil dan orang-orang gila , maka tiada jalan bagi mereka untuk mengambil faedah tersebut. Maka tiadalah tergambar dari anak kecil dan orang gila itu untuk menghadap dan berpaling. Dan kedua malaikat penulis amal itu tiada menulis selain menghadap atau berpaling dari orang-orang yang mampu kepada menghadap dan berpaling itu.
Demi umurku, sesungguhnya telah nampak tanda-tanda permulaan kecemerlangan sinar petunjuk ketika tiba pada usia tamzis (usia yang telah dapat untuk membedakan antara bahaya dan manfaat). Tanda kecemerlangan itu tumbuh dan berangsur-angsur sampai kepada tahun datangnya dewasa (baligh). Sebagaimana menampak sinar pagi sampai kepada terbitnya bundaran matahari.
Akan tetapi itu adalah petunjuk yang singkat, yang tiada menunjukkan kepada hal-hal yang mendatangkan melarat di akhirat, akan tetapi pada hal-hal yang mendatangkan melarat di dunia.
Oleh karena itulah seorang anak akan dipukul karena meninggalkan shalat seketika itu juga dan ia tidak disiksa karena meninggalkan shalat itu kelak di akhirat, dan pula tidak dituliskan pada lembaran-lembaran amal yang akan ditebarkan di akhirat. Akan tetapi menjadi tanggung jawab yang mengurus anak itu yang adil dan walinya yang baik yang penuh belas kasihan kalau ia termasuk orang-orang yang baik.
Dan ini adalah sikap dari para malaikat yang mulia, yang selalu menulis amal, yang berbuat baik lagi pilihan, bahwa dituliskan bagi anak kecil itu akan kejahatan dan kebaikannya di atas lembaran hatinya. Lalu dituliskan kepadanya dengan pemeliharaan. Kemudian disiarkan kepadanya dengan memperkenalkan, kemudian ia dihukum dengan pemukulan.
Maka setiap wali anak kecil yang demikian sikapnya terhadap anak kecil itu, maka sesungguhnya ia telah mewarisi sikap para malaikat, dan ia mengaplikasikanya terhadap anak kecil itu. Maka dengan demikian, ia akan memperoleh derajat kedekatan dengan Tuhan semesta alam sebagaimana yang diperoleh para malaikat. Maka Wali tersebut bersama nabi-nabi, orang-orang yang dekat dengan Allah (Al-Muqarrabiin) dan orang-orang yang membenarkan agama (Shidiqiin).
Kepada itulah diisyaratkan dengan sabda Nabi Muhammad SAW “Anaa wakaafilul yatiim kahaataini fil jannah” Artinya, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim adalah seperti dua ini di surga”. Nabi SAW mengisyaratkan kepada dua anak jarinya SAW yang mulia.

Kiktab sabar dan syukur


Pengantar Kitab Sabar dan Syukur

Kitab sabar dan syukur
Yaitu Kitab ke dua dari perempat bagian yang menyelamatkan dari kitab Ihya ‘Ulumuddin


Segala puji bagi Allah sang Empunya pujian dan sanjungan, yang sendiri dengan baju kebesaran-Nya, Maha Esa dengan sifat-sifat kemuliaan dan keluhuran, yang menguatkan kecemerlangan para wali dengan kekuatan sabar terhadap suka dan duka dan bersyukur atas segala bencana dan ni’mat. Shalawat kepada Muhammad SAW, penghulu para nabi. Dan kepada para sahabatnya penghulu orang-orang yang suci jiwanya, dan kepada keluarganya pemimpin orang-orang yang berbuat kebajikan lagi taqwa. Shalawat yang terlindung dengan kekekalan dari kerusakan, yang terpelihara secara terus menerus dari terputus dan berkesudahan.
Amma Ba’d, Maka iman itu terbagi dua bagian. Sebagian sabar, dan sebagiannya lagi syukur sebagaimana yang diutarakan oleh atsar-atsar dan disaksikan oleh hadits-hadits.
Keduanya juga merupakan dua sifat dari sifat-sifat Allah Ta’ala dan juga (merupakan) dua nama dari asma-asma-Nya Yang Maha Baik (Al-Asmaa’ul Husna) karena Ia menamakan diri-Nya dengan Yang Maha Sabar (As-Shabuur) dan Maha Berterimakasih (As-Syakuur).
Maka kebodohan terhadap hakikat sabar dan syukur adalah juga kebodohan terhadap dua bagian iman. Kemudian merupakan pula kelalaian dari dua sifat dari beberapa sifat Tuhan Yang Maha Pengasih. Tak ada jalan untuk mendekat kepada Allah Ta’ala selain dengan iman. Bagaimana dapat digambarkan menempuh jalan iman tanpa mengenal apa yang dengannya itu iman dan siapa yang dengannya itu iman.
Berhenti dari mengetahui apa itu sabar dan syukur berarti berhenti pula dari mengetahui siapa yang dengan ia itu (disebut) iman. Dan (berhenti pula) dari mengetahui apa yang dengan ia itu disebut iman. Maka alangkah perlunya bagi masing-masing bagian itu (akan adanya) penjelasan. Dan kami akan menjelaskan masing-masing bagian tersebut dalam satu kitab sebab adanya keterikatan yang satu dengan yang lainnya, insya Allah.


Bagian Pertama tentang Sabar

Ada padannya keutamaan sabar, penjelasan batas-batas sabar dan hakikatnya, penjelasan bahwa sabar itu setengah dari iman, penjelasan perbedaan nama-nama sabar disebabkan berbeda-bedanya hubungan, penjelasan bagian-bagian sabar menurut perbedaan kuat dan lemahnya, penjelasan tempat persangkaan perlunya kepada sabar, dan penjelasan tentang obat sabar dan apa yang dapat dijadikan pertolongan melalui sabar.
Maka itu semua ada tujuh pasal yang melengkapi pada maksud-maksud sabar Insya Allah Ta’ala...


Penjelasan Keutamaan sabar.

Allah Ta’ala sesungguhnya telah mensifatkan orang-orang yang sabar dengan beberapa sifat. Allah Ta’ala menyebutkan sabar dalam Al-Qur’an lebih pada 70 tempat. Ia menambahkan lebih banyak derajat dan kebajikan kepada sabar.
Ia menjadikan derajat dan kebajikan sebagai hasil dari sabar. Maka Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami jadikan diantara mereka beberapa pemimpin yang akan memberikan pimpinan dengan perintah Kami yaitu ketika mereka semua bersabar.” (QS. As-Sajdah 42)


“Dan Telah sempurnalah Firman yang baik dari Tuhanmu untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka”. (Al-a’raf 137)

“Dan akan Kami berikan kepada orang-orang yang sabar suatu pahala mereka dengan sebaik-baiknya sebab apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl 96.)
“Mereka itulah yang diberikan pahala dua kali lipat sebab kesabaran mereka” (Al-Qashas 54).


“Sesungguhnya akan disempurnakan bagi orang-orang yang sabar, pahala mereka dengan tanpa terhitung”. (Az-Zumar 10.)

Maka tidak ada upaya pendekatan diri kepada Allah Ta’ala, melainkan pahalanya ditentukan dengan kadar (perhitungan), kecuali sabar (maka tiadalah ia dihitung).
Dan karena puasa itu sebagian dari sabar, dan puasa itu ½ sabar, maka Allah Ta’ala berfirman, “Puasa itu bagu-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya”. Allah Ta’ala mengkaitkan puasa itu dengan diri-Nya diantara ibadah ibadah lain dan menjanjikan bagi orang yang bersabar bahwa Ia bersama mereka. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan bersabarlah sesungguhnya Allah itu berserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal 46.)
Allah Ta’ala meggantungkan pertolongan kepada sabar. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya “Ya..Kalau kamu mau beriman dan memelihara diri, sedang mereka datang (menyerang) kepadamu dengan cepat, maka Tuhan akan membantumu dengan 5000 malaikat yang akan membinasakan”. (Ali Imran 125).
Allah Ta’ala akan mengumpulkan bagi orang-orang yang sabar beberapa hal yang tidak dikumpulkan-Nya bagi yang lain. Allah Ta’ala berfirman :

“Merekalah orang-orang yang medapat ampunan dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al-Baqarah 157).
Petunjuk, rahmat dan ampunan dikumpulkan bagi orang yang sabar. Dan penelitian semua ayat tentang kedudukan sabar akan sangatlah panjang bila diteruskan.
Adapun hadits yang menyangkut sabar, maka diantaranya adalah sabda RasuluLlah SAW “Sabar itu ½ iman”. Sebagaimana akan diterangkan tentang sabar itu ½ iman.
Nabi SAW bersabda, “Dari hal paling kurang yang diberikan kepada kamu ialah keyakinan dan kesungguhan sabar. Siapa yang diberi keberuntungan dari keyakinan dan kesungguhan sabar niscaya ia tidak peduli terhadap yang luput pada mereka dari shalat malam dan puasa siang dan engkau bersabar atas apa yang menimpamu adalah lebih aku sukai daripada disempurkannya oleh setiap orang dari kamu sekalian untukku dengan seperti amalan kamu semua. Akan tetapi aku takut bahwa akan dibukakan kepada kamu semua (kenikmatan) dunia sesudahku. Kemudian sebagian kamu menantang sebagian yang lain. Dan kamu akan ditantang oleh penduduk langit (malaikat) ketika itu. Maka siapa yang sabar dan memperhitungkan diri, niscaya akan memperoleh kesempurnaan pahala”. Kemudian Nabi membaca firman Allah Ta’ala :

“Apa yang ada di sisi kamu itu akan hilang, dan apa yang ada di sisi Allah itulah yang kekal. Dan akan Kami beri balasan bagi orang-orang yang sabar berupa pahala mereka dengan yang lebih baik sesuai apa yang telah mereka kerjakan”.
Diriwayatkan Jabir, bahwa Nabi SAW ditanya tentang iman maka beliau menjawab “sabar dan suka memaafkan”.
Nabi SAW bersabda “Sabar itu perbendaharaan dari beberapa perbendaharaan surga”.
Pada suatu saat Nabi SAW ditanya “apakah iman itu”. Lalu beliau menjawab “Sabar”.
Ini serupa dengan sabda Nabi SAW, “Hajji itu ‘arafah” artinya yang terbesar dari rukun haji itu adalah wukuf di ‘arafah.
Nabi SAW bersabda pula, “Afdhalul a’mal maa ukrihat ‘alaihinnufuus”. Yang artinya, “Amal yang paling utama adalah yang lebih dipaksakan kepadanya nafsu”.
Dikatakan Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi Dawud AS, “Berakhlaklah dengan akhlak-Ku. Sesungguhnya sebagian dari akhlak-Ku adalah Aku sesungguhnya Maha Sabar.
Pada Hadits yang diriwayatkan Atha’, dari Ibnu Abbas bahwa ketika RasuluLlah SAW masuk ke tempat orang-orang anshar , lalu beliau bertanya, “A Mu’minu antum ?” yang artinya “apakah kamu semua beriman ?”
Mereka menjawab, “Kami bersyukur atas kelapangan, kami bersabar atas cobaan, dan kami ridho dengan ketetapan Tuhan”.
Lalu RasuluLlah SAW bersabda, “Mukminuuna warabbil Ka’bah”. “Benar kamu semua beriman, demi Yang Empunya Ka’bah”.
Nabi SAW bersabda, “Pada sabar atas sesuatu yang tidak kamu sukai itu, banyak kebajikan”.
Isa Al-Masih AS bersabda, “Engkau sesungguhnya tidak akan memperoleh apa yang kamu inginkan kecuali dengan kesabaranmu atas apa yang tidak engkau sukai”.
RasuluLlah SAW bersabda, “laukaana shabru Rajululan lakaana kariiman waLlaahu yuhibbus shaabiriin”. Yang artinya, ‘Jikalau sabar itu seorang laki-laki niscaya ia itu pemurah. Dan Allah itu cinta akan orang-orang yang sabar”.
Hadits-hadits yang menerangkan sabar itu tiada terhingga jumlahnya. Adapun atsar maka diantaranya adalah apa yang terdapat pada surat khalifah Umar bin Khatab RA kepada Abu Musa Al-Asy’ari RA yang bunyinya antara lain : sabar pada saat musibah itu baik, dan yang lebih baik daripadanya adalah sabar / menahan diri dari apa yang diharamkan Allah Ta’ala.
Dan ketahuilah bahwa sabar itu yang memiliki iman. Yang demikian ini adalah bahwasanya taqwa itu merupakan kebajikan yang paling utama. Dan taqwa itu adanya dengan sabar.
Sayyidina ‘Ali RA berkata, “Iman itu dibangun atas dasar empat yaitu yakin, sabar, jihad dan adil.”
‘Ali RA berkata pula, “Kedudukan sabar dalam iman itu sebagaimana kepala pada tubuh. Tidak ada tubuh bagi orang yang tidak ada kepala. Dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran.
Umar RA Berkata, “Amatlah baik dua pikulan yang sebanding, dan amatlah baik tambahan bagi orang-orang yang sabar. Yang dimaksud dua pikulan yang sebandaing adalah ampunan dan rahmat. Sedangkan yang dimaksud dengan tambahan adalah petunjuk. Dan tambahan itu ibaratnya adalah apa yang dibawa di atas dua pikulan yang sebanding tadi atas unta”.
Diriwayatkan oleh Urar RA yang demikian itu pada firman Allah Ta’ala, “Ulaaika ‘alaihim shalawaatun mun Rabbikum warahmah. Waulaaika humul muhtaduun”. Yang artinya” mereka itulah orang-orang yang mendapatkan ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk”. (Al-Baqarah 157).
Adalah Habib bin Abi Habib Al Bashri apabila membaca ayat di bawah ini, “Inna wajad-Naahu shaabiran, ni’mal ‘abdu, innahu awwab”. Yang artinya, “Sesungguhnya Kami dapati ia (Ayub) sebagai seorang yang sabar, sebaik-baik hamba dan sesungguhnya dia tetap kembali (kepada Tuhan). (Shad 44).
Lalu beliau menangis dan berkata, “Alangkah menakjubkan. Ia yang memberi dan Ia yang memuji.” Artinya Ia yang menganugerahkan kesabaran dan Ia yang memujikannya.
Abu Darda’ RA mengatakan, “Ketinggian itu adalah sabar akan hukum Allah Ta’ala dan rela dengan takdir Allah Ta’ala”.
Inilah penjelasan tentang sabar dari yang dinukilkan (dari ayat, hadits dan atsar).
Adapun dari segi pandangan mata ibarat, maka anda tidak dapat memahaminya selain setelah memahami hakikat sabar dan artinya. Karena mengetahui keutamaan dan tingkatannya itu ialah mengetahui sifat. Maka tidak akan berhasil , sebelum mengetahui yang bersifat dengan sifat tertentu.
Maka marilah kami lanjutkan menyebutkan hakikatnya dan maknanya, kiranya kita memperoleh taufik dari Allah Ta’ala.

Minggu, 20 April 2008

Penjelasan keutamaan takut dan panggiatan kepada takut.

Penjelasan keutamaan takut dan panggiatan kepada takut. (Ihya 'Ulumuddin pada bagian kitab takut dan harap)

Ketahuilah bahwa kelebihan takut itu sesekali diketahui dengan perhatian dan i’tibar. Dan di kali yang lain dengan ayat-ayat dan hadits-hadits.

Adapun dengan i’tibar, maka jalannya adalah bahwa ; keutamaan sesuatu itu menurut kadar kemampuannya dalam hal membawa kebahagiaan bertemu dengan Allah Ta’ala di akhirat. Karena tiadalah yang dimaksud selain kebahagiaan yang demikian itu. Dan tiada kebahagiaan bagi hamba selain menemui Tuhannya dan berdekatan dengan-Nya. Maka apa saja yang dapat menolong pada yang demikian, maka baginya adalah sesuatu keutamaan. Dan keutamaan itu menurut kadar tujuan. Dan telah jelas bahwa tiada sampai kepada kebahagiaan berjumpa dengan Allah Ta’ala di akhirat selain dengan memperoleh kasih-sayang-Nya.

Dan jinak hati kepada-Nya di dunia serta kasih sayang itu tiada akan berhasil selain dengan ma’rifah. Dan ma’rifah tidak akan berhasil selain dengan terus menerus berfikir (tafakur). Dan kejinakan hati itu tidak akan berhasil selain dengan kasih sayang dan terus menerus berdzikir. Dan tidak mudah untuk rajin kepada dzikir dan fikir selain dengan memutus cinta dunia dari dalam hati. Dan hal ini tidak akan dapat terputus selain dengan meninggalkan lezat dunia dan hawa nafsunya. Dan tidak mungkin meninggalkan hawa nafsu selain dengan mencegah syahwat. Dan nafsu syahwat tidak akan tercegah dengan sesuatu seperti tercegahnya ia dengan api ketakutan. Maka takut adalah api yang membakar syahwat. Maka keutamaan takut itu menurut kadar pembakaran nafsu syahwat, dan menurut kadar yang mencegah dari perbuatan maksiyat dan menggerakkan pada perbuatan ta’at. Dan yang demikian itu berbeda menurut berbedanya tingkat tingkat takut sebagaimana telah diterangkan.

Dan bagaimana takut itu tidak memiliki keutamaan ? bahkan dengan takut dapat dihasilkan iffah, wara, taqwa dan mujahadah. Dan semua itu adalah perbuatan terpuji yang mendekatkan kepada Allah Ta’ala.

Adapun dengan jalan penukilan dari ayat-ayat dan hadits-hadits, maka apa yang terdapat pada keutamaan itu diluar dari hinggaan. Dan cukup bagi anda menjadi dalil tentang keutamaannya, bahwa Allah Ta’ala mengumpulkan nagi orang-orang yang takut, akan adanya petunjuk, rahmat, ilmu dan ridho. Dan itu adalah kumpulan tingkat-tingkat isi surga.

Allah Ta’ala berfirman :”Hudan warahmatan lilladziina hum liRabbihim yarhabuun” (Al-A’raf 154)

Artinya “Petunjuk dan rahmat bagi orang – orang yang takut kepada Tuhannya”.

Innama yakhsyaLlah min ibaadiHil Ulama (Fathir 28)

Artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah Ulama”.

RadhiyaLlahu ‘anhum waradhuu ‘anH dzaalika liman khasyiya Rabbah”.

Artinya, “Allah Ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian ini diperuntukkan bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Al-Bayyinah 8).

Apa saja yang menunjukkan keutamaan ilmu, maka itu menunjukkan kepada keutamaan takut, karena takut itu buah dari ilmu. Dan karena itulah disebut pada ucapan Musa AS “Adapun orang-orang yang takut maka bagi mereka itu Teman Yang Maha Tinggi (Ar-rafiqul a’la) yang tiada bersekutu mereka dengan orang lain”

Maka perhatikanlah bagaimana Musa AS menyendirikan mereka dengan pertemanan Ar-Rafiqul a’la itu bagi para Nabi dan orang-orang yang berhubungan (mengikuti) dengan mereka.

Dan karena itulah ketika RasuluLlah SAW disuruh memilih pada waktu beliau sakit yang membawa kepada ajal beliau, antara tetap di dunia atau datang kepada Allah Ta’ala maka beliau bersabda, “Aku memohon kepada Engkau akan Ar-Rafiq al-A’la”.

Jadi kalau dilihat pada yang membuahkan rasa takut itu, maka ia itu ilmu. Dan kalau dilihat pada hasilnya maka ia itu wara, dan taqwa. Dan tidak tersembunyi pada apa yang datang pada hadits tentang keutamaan keduanya. Sehingga al-‘aqibah as-shalihah (kesudahan yang baik) itu menjadi dinamakan dengan istilah taqwa yang dikhususkan dengan taqwa itu. Sebagaimanan kejadian kata al-hamdu itu dikhususkan kepada Allah Ta’ala dan shalawat itu dikhususkan kepada RasuluLlah SAW sehingga dikatakan, “Alhamdu liLlahi Rabbil ‘alamiin, wal ‘aqibatu lil Muttaqiin, washalaatu ‘ala Sayyidinaa Muhammadin ShallaLlahu ‘alaiHi wasallama wa AaliHi ajma’iin”.

Artinya “Segala pujian (al-Hamdu) bagi Allah Tuhan semesta alam, dan kesudahan yang baik itu bagi orang yang taqwa, dan shalawat serta salam itu bagi Sayyidinaa Muhammad SAW dan kepada keluarganya semua”.

Allah Ta’ala telah mengkaitkan taqwa dengan diri-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Lan yanalaLlaha luhuumuhaa walaa dima-uhaa walakin yanaaluhu taqwa minkum”. (Al-Hajj 37)

Artinya “Tiada akan sampai kepada Allah daging dan darahnya, akan tetapi yang sampai kepada-Nya adalah taqwa kamu sekalian.

Sesungguhnya taqwa itu ibarat dari pencegahan dari perbuatan yang tidak baik, menurut yang dikehendaki oleh takut, sebagai mana dahulu pernah diterangkan. Dan karena itulah berfirman Allah Ta’ala, “Inna akramakum ‘indaLlahi atqaakum” (al-Hujuraat 13).

Artinya” Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa dari kamu sekalian”.

Dan karena itulah Allah Ta’ala mewasiyatkan kepada orang-orang yang terdahulu dan kemudian dengan taqwa.

Allah Ta’ala berfirman”Walaqad washaiNal ladziina uutul kitaaba min qablikum wa iyyakum anittaquuLlaah,” (An-Nisa 131)

Artinya “Dan sungguh telah Kami wasiyatkan kepada orang-orang yang dioberi kitab sebelum kamu dan demikian juga kepadamu agar bertaqwa kepada Allah”.

Allah Ta’ala berfirman, “Wakhaafuu inkuntum mukminiin” “Dan bertaqwalah kepada Allah jika kamu termasuk orang-orang yang beriman (Ali Imran 175).

Maka Allah Ta’ala memerintahkan dengan takut, mewajibkannya, dan mensyaratkannya kepada iman. Oleh karena itu tidak tergambar bahwa orang mukmin itu lepas dari takut meskipun lemah. Dan kelemahan takutnya itu menurut kadar kelemahan ma’rifahnya dan keimanannya.

RasuluLlah bersabda tentang keutamaan taqwa, “Apabila Allah Ta’ala mengumpulkan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudain pada suatu tempat di hari yang telah dimaklumi, maka tiba-tiba mereka mendengar suara yang dapat terdengar kepada yang paling jauh dari mereka sebagaimana dapat terdengar oleh yang paling dekat dari mereka, maka Suara itu berkata, “Hai manusia, sesungguhnya Aku telah, telah Aku diamkan bagimu semenjak Aku jadikan kamu hingga harimu sekarang ini. Maka diamlah kepadaKu pada hari ini. Sesungguhnya amalmu akan dikembalikan kepadamu. Hai manusia, sesungguhnya Aku telah menciptakan bangsa nasab dan kamu juga telah menciptakan nasab. Maka kamu rendahkan nasab-Ku dan kamu tinggikan nasabmu. Aku berifrman, “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang lebih bertaqwa dari kamu sekalian”. Dan kamu enggan selain mengatakan Si fulan anak si fulan, si fulan lebih kaya dari pada si fulan”. Maka pada hari ini Aku merendahkan nasabmu dan Aku tinggikan nasab-Ku. Dimanakah orang-orang yang bertaqwa ? Maka diangkatkanlah bendera bagi suatu kaum lalu kaum itu membawa benderanya ke tempatnya. Maka mereka itu masuk surga tanpa dihisab (dihitung amalnya)”.

Nabi SAW bersabda, “Ra’sulhikmah makhafataLlah”

Yang artinya, “Puncak hikmah adalah takut kepada Allah”.

Nabi SAW bersabda kepada Ibnu Mas’ud, “In Aradta an talqany faaktsir minal khaufi ba’dy”

Yang artinya, “Jika kamu berkeinginan dapat berjumpa denganku, maka perbanyaklah takut kelak sesudahku”.

Al Fudhail berkata, “Barang siapa yang takut kepada Allah Ta’ala niscaya ketakutan itu akan menunjukkannya kepada setiap kebajikan”.

Asy-Syibli berkata, “Pada suatu hari aku takut akan Allah Ta’ala maka aku malihat pada ketakutanku itu suatu pintu dari hikmah dan i’tibar yang tidak pernah sekalipun aku melihatnya.”

Yahya bin Mu’adz berkata, “Seorang mukmin yang mengerjakan kejahatan akan terhubung oleh dua kebaikan, 1. takut siksaan dan 2. harap ampunan – seperti serigala diantara dua ekor singa

Disebutkan pada ucapan Musa AS, “Adapun orang-orang yang wara’ maka tiada tertinggal seorangpun melainkan aku bertengkar dengan dia tentang hitungan amalnya dan aku periksakan apa yang ada dalam dua tangannya selain orang-orang yang wara’, maka aku malu kepada mereka. Dan aku muliakan mereka, bahwa aku suruh mereka berhenti menghitung amal mereka.

Wara’ dan taqwa adalah beberapa nama yang dipetik dari beberapa arti yang mengandung syarat takut/khuf . Maka jika sepi dari takut maka tidaklah dinamakan dengan nama-nama tersebut. Demikian juga yang disebutkan dalam keutamaan dzikir itu tidaklah tersembunyi. Dan sesungguhnya dzikir itu diciptakan Allah Ta’ala dikhususkan bagi 0rang-orang yang takut. Allah Ta’ala berfirman “Sayadzakkaruu man yakhsya” yang artinya, “Nanti peringatan / dzikr itu akan diterima oleh orang-orang yang takut”.

Allah Ta’ala berfirman, “Waliman khafa maqama Rabbihi jannataan” “dan bagi orang yang takutn akan –waktu berdiri di hadapan Tuhannya- maka mereka itu mendapatkan dua surga”. (Ar-Rahman 46)

Nabi SAW bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “demi kemuliaanKu, tidaklah Aku kumpulkan atas hambaku dua ketakutan. Dan tidaklah Aku kumpulkan baginya dau keamanan. Maka jika ia merasa aman kepada-Ku di dunia, niscaya Aku takutkan ia di hari kiyamat. Dan jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku berikan keamanan ia di hari kiyamat.

Nabi SAW bersabda, “barang siapa yang takut kepada Allah Ta’ala maka segala sesuatu akan takut kepadanya. Dan siapa yang takut kepada selain Allah Ta’ala maka ia ditakutkan oleh Allah Ta’ala terhadap segala sesuatu.”

Nabi SAW bersabda, “yang paling sempurna akal dari kamu sekalian adalah yang paling takut kepada Allah Ta’ala dari kamu sekalian, pada apa yang diperintah oleh Allah Ta’ala dan yang dilarang-Nya”.

Yahya bin Mu’adz RA berkata, “Kasihan anak Adam ! Kalaulah ia takut akan neraka sebagaimana ketakutannya kepada kemiskinan, niscaya ia akan masuk surga”.

Dzunun RA berkata, “Siapa yang takut kepada Allah Ta’ala, maka haluslah hatinya, bersangatan cintanya kepada Allah Ta’ala dan sempurna akalnya”.

Dzunun RA berkata pula, “Seharusnyalah takutn itu lebih kuat daripada harap. Apabila harap yang lebih kuat, niscaya kacaulah hati”.

Abul Husain ad-Dlirair berkata, “Tanda kebahagiaan itu takut terhadap kecelakaan. Karena takut itu merupakan kekang diantara Allah Ta’ala dan hamba-Nya. Maka jika kekang itu terputus niscaya hamba itu binasa bersama orang-orang yang binasa.”

Ditanyakan kepada Yahya bin Mu’adz “Siapakah diantara makhluk yang paling aman kelak ?”

Yahya bin Mu’adz menjawab, “Yang paling takut diantara mereka pada hari ini”.

Sahal RA berkata, “Engkau tidak akan memeperoleh takut sebelum engkau makan makanan yang halal”.

Ditanyakan kepada Al-Hasan, “Hai Abu Said, apa yang kami perbuat ?. kami duduk bersama golongan – golongan yang mempertakutkan kami sehingga hati kami hampir-hampir terbang”.

Al-Hasan menjawab, “Demi Allah sesungguhnya jika engkau bercampur baur dengan golongan yang mrmpertakutkanmu sehingga engkau mendapat keamanan adalah lebih baik bagimu daripada engkau berteman dengan golongan yang memper-amankan engkau sehingga engkau memperoleh ketakutan”.

Abu Sulaiman Ad-Daraani RA berkata, “Tidaklah takut bercerai dari hati melainkan hati itu akan roboh”.

A’isyah RA berkata, “Aku bartanya, wahai RasuluLlah –Firman Allah ‘Walladziina yu’tuuna maa aatau waquluubuhum waajilah’ (Al-Mukminuun 60). Artinya “Dan orang-orang yang memberikan pemberiannya dengan hati yang takut kepada Tuhanya”.....itukah orang yang mencuri dan berzina ?”

Nabi SAW menjawab, “Tidak. Akan tetapi orang yang berpuasa dan mengerjakan shalat dan bersedekah dan takut jika amalnya tidak diterima”.

Pengerasan-pengerasan yang datang dari hadits mengenai keamanan dari cobaan dan adzab Allah Ta’ala itu tidak terhingga banyaknya. Dan setiap yang demikian ini adalah pujian kepada takut. Karena kecelakaan akan sesuatu itu adalah pujian akan lawannya yang meniadakannya. Dan lawan takut adalah keamanan sebagaimana lawan harap itu putus asa. Dan sebagaimana ditunjukkan oleh tercelanya putus asa kepada kelebihan harap. Maka demikian pula ceelaan akan keamanan itu menunjukkan kelebihan takut yang menjadi lawannya. Bahkan kami mengatakan bahwa setiap apa yang datang dari hadits tentang kelebihan harap, maka hal itu menunjukkan akan keutamaan takut karena keduanya itu harus mengharuskan. Maka setiap orang yang mengahrap dari kekasihnya maka tidak boleh tidak bahwa ia takut akan kehilangannya. Maka jika iatidak takut akakn kehilangannya niscaya ia tidak mencintainya maka ia tidak mengharap untuk menungguinya.

Maka takut dan harap itu saling mengharuskan, mustahil terlepas satu dengan yang lainnya. Benar, bisa dikatakan bahwa yang satu mengalahkan yang lain. Dan keduanya itu berkumpul. Dan boleh bahwa hati itu sibuk dengan salah satu dari keduanya, dan hati itu tidak menoleh kepada yang lain sesaat karena kelengahannya daripadanya. Dan ini dikarenakan diantara persyaratan harap da takut itu menyangkut keduanya dengan apa yang diragukan padanya. Karena yang diketahui itu tidak diharapkan dan tidak ditakutkan.

Maka yang dicintai –sudah pasti-yang boleh adanya itu juga boleh tiadanya. Maka mentakdirkan adanya itu akan menyenangkan hati dan itulah harap. Sedangkan mentakdirkan ketiadaannya itu menyakitkan hati dan itulah takut. Dua pentakdiran menjadi berlawanan –sudah pasti- apabila keadaan yang ditunggukan itu diragukan. Benar, salah satu dari dua tepi keraguan itu terkadang lebih kuat dari yang lain dengan adanya sebagian sebab-sebab. Dan yang demikian ini dinamakan sangkaan(dhan). Maka yang demikian itu adalah sebab menangnya salah satu dari keduanya atau lainnya. Maka apabila telag mengeras sangkaan akan datangnya yang dicintai niscaya kuatlah harap / raja’ dan tersembunyilah khauf / takut dengan dikaitkan kepadanya. Dan begitupula sebaliknya. Dan di atas setiap keadaan maka keduanya itu saling mengharuskan.

Dan karena itulah Allah Ta’ala berfirman,”Wayad’uunanaa raghaban warahaban”. ‘Dan mereka berdo’a kepada Kami dengan pengharapan dan perasaan takut’. (Al-Anbiya 90).

Allah Azza wa Jalla berfirman, “Yad’uuna Rabbahum khaufan wa thama’an” ‘Mereka berdoa kepada Tuhannya dengan penuh ketakutan dan pengharapan”. (As-Sajadah 16).

Dan karena itulah orang arab meng-ibaratkan dengan takut itu harap. Firman Allah Ta’ala “Maa lakum tarjuuna liLlahi waqaaran”. ‘Mengapa kamu tidak mengharapkan kebesaran Allah ?’. artinya kamu tidak takut (Nuh 13)

Dan kebanyakan apa tang tersebut di dalam al-Qur’an bahwa harap itu berarti takut. Dan demikian ini karena antara keduanya saling mengharuskan. Karena kebiasaan orang arab itu mengibaratkan sesuatu dengan apa yang saling mengharuskan daripadanya.

Bahkan aku mengatakan bahwa setiap yang datang dari hadits tentang keutamaan menangis karena ketakutan kepada Allah Ta’ala maka itu melahirkan keutamaan takut. Maka sesungguhnya menangis itu adalah buah ketakutan.

Allah Ta’ala berfirman, “Falyadhakuu qaliila walyabkuu katsiira”. ‘Maka hendaklah mereka itu sedikit tertawa dan banyak menangis’. (At-Taubah 82).

Allah Ta’ala berfirman, “Yabkuuna wayaziiduhum khusyuu’a”. ’Mereka menangis dan Al-Qur’an itu menambah kekhusyu’an mereka’.

Allah Azza wa Jalla berfirman, “Afamin haadzal hadiits ta’jabuuna watadhakuuna walaa tabkuuna wa antum saamiduun”. ‘Apakah karena bacaan ini kamu merasa heran dan kamu akan tertawa dan tiada menangis, sedangkan kamu memperhatikannya’. (An-Najm 59-61)

Nabi SAW bersabda yang artinya, “Tiadalah dari hamba yang beriman yang keluar air mata dari kedua matanya walaupun seperti kepala lalat karena takut kepada Allah Ta’ala kemudian air mata itu mengenai sesuatu daripada mukanya melainkan diharamkan ia oleh Allah dari api neraka”.

Nabi SAW bersabda, “Apabila hati orang mukmin gemetar dari karena takut kepada Allah, niscaya bergugurlah dosa daripadanya sebagimana bergugurannya daun dari pohonnya”.

Nabi SAW bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah Ta’ala, sehingga kembalilah air susu dalam tempatnya semula”. –(artinya mustahil terjadi).

‘Uqbah bin Amir bertanya, “Apa itu kelepasan (keselamatan) ya RasuluLlah ?”

Nabi SAW menjawab, “Tahanlah lidahmu atas dirimu, dan hendaklah rumahme melapangkanmu, dan menangislah atas kesalahan-kesalahanmu”.

A’isyah RA berkata, “Aku bertanya, ‘Ya RasuluLlah adakah seseorang dari umatmu itu masuk surga tanpa di hisap (tanpa perhitungan amal) ?’

Nabi SAW menjawab, “Ada yaitu siapa yang mengingat dosanya kemudian ia menangis”.

Nabi SAW bersabda, “Tiada satu tetespun yang lebih disukai oleh Allah Ta’ala daripada setetes air mata karena takut kepada Allah Ta’ala, atau setetes darah yang ditumpahkan di jalan Allah Ta’ala”.

Nabi SAW berdoa, “Wahai Tuhanku anugerahkanlah kepadaku dua mata yang bercucuran airnya, yang menyembuhkan hati dengn menglirnya air mata sebelum air mata itu menjadi darah dan gigi geraham menjadi bara api”.

Nabi SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dilindungi Allah Ta’ala pada hari yang tiada perlindungan selain perlindungan-Nya.” Lalu RasuluLlah menyebutkan diantara mereka itu seorang laki-laki yang mengingat / berdzikir kepada Allah hingga id tempat yang sunyi lalu bercucuranlah kedua matanya dengan air mata.

Abu Bakar As-Shidiq RA berkata, Barang siapa sanggup menangis, maka hendaklah ia menangis. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah dibuat-buat menangis”.

Adalah Muhammad bin Al-Munkadir RA, apabila ia menangis maka ia menyapu mukanya dan janggutnya dengan air matanya dan megatakan, “Telah sampai berita kepadaku bahwa mereka tidak akan memakan tempat yang disentuh air mata.”

A bduLlah bin Amar bin ‘ash RA berkata, menangislah. Maka jukalau engkau tidak menangis maka dibuat-buatlah menangis itu maka demi Allah yang nyawaku ditangan-Nya jikalah tahu seseorang dari kemu dengan sebenar-benar tahu, niscaya ia memekik hingga suaranya habis, dan ia emngerjakan shalat hingga pecah tulang pinggangnya”.

Abu Sulaiman Ad-Daraani RA berkata, tiadalah bolak-balik mata itu dengan airnya melainkan tiada akan menganiaya muka yang punya mata itu oleh kesempitan dan kehinaan di hari kiyamat. Maka jikalau mengalir air matanya niscaya uap api neraka akan dipadamkan oleh Allah dengan tetesan yang pertama darinya. Dan jikalau seorang laki-laki menangis untuk suatu umat, niscaya tiada akan diazab umat itu”.

Abu Sulaiman RA berkata, “Menangis itu dari takut/khauf, harap dan sukacita itu dari kerinduan”.

Ka’bul akhbar RA berkata,” Demi Allah yang tanganku ditangan-Nya, aku menangis dikarenakan takut kepada Allah, sehingga mengalirnya air mataku di pipiku lebih aku sukai daripada aku bersedekah dengan seribu bukit dari emas”.

AbduLlah bin Umar berkata, “Bahawa aku mengeluarkan air mata dikarenakan takut kepada Allah Ta’ala, adalah lebih aku sukai daripada aku bersedekah dengan seribu dinar”.

Diriwayatkan dari Handalah yang mengatakan, “Adalah kami di sisi RasuluLlah SAW lalu beliau memberi pengajaran kepada kami dengan pengajaran yang menghaluskan hati, mencurahkan air mata dan memperkenalkan kami akan diri kami. Lalu aku kembali kepada keluargaku. Maka mendekatlah seorang wanita kepadaku. Dan terjadilah diantara kami pembicaraan dunia. Maka aku lupa apa yang kami dapatkan di sisi RasuluLlah SAW, dan kami masuk dalam urusan duniawi. Kenudian aku ingat apa yang ada pada kami, maka aku mengatakan kepada diriku, ‘Aku telah menjadi munafik, dimana menyeleweng dari apa yang aku berada padanya dari ketakutan dan kehalusan hati. Maka aku keluar dan aku serukan : ‘Handalah telah menjadi munafik’. Lalu Abu Bakar As-Shidiq RA bertemu dengan aku, maka beliau mengatakan ‘Tidak ! Handalah tidak munafik”.

Maka aku masuk ke rumah RasuluLlah SAW dan aku mengatakan, “Handalah telah menjadi munafik’. Lalu RasuluLlah SAW mengatakan, ‘Tidak ! Handalah tidak munafik”. Maka aku menjawab, “Ya RasuluLlah, kami berada di sisi Engkau. Lalu engkau memberikan pengajaran kepada kami suatu pelajaran yang menakutkan hati, mencucurkan air amta dan kami mengenal diri kami. Lalu aku kembali kepada keluargaku, maka aku masuk pada pembicaraan dunia dan aku lupa dari apa yang ada pada kami dari sisi engkau”

Maka Nabi SAW menjawab,”Hai Handalah, Jikalau kamu selalu dalam keadaan yang demikian niscaya para malaikat di jalan-jalan dan di atas tempat tidurmu akan selalu berpegangan tangan denganmu. Akan tetapi Handalah, se sa’at se sa’at”.

Jadi setiap apa yang telah datang pada hadits tentang kelebihan harap dan menangis, kelebihan taqwa dan wara’, maka itu menunjukkan kelebihan takut. Karena semua itu menyangkut dengan takut. Adakalanya sangkutan sebab, adakalanya sangkutan musabab.